Isu mengenai skripsi dihapus tidak sepenuhnya meniadakan pembuatan skripsi sebagai syarat kelulusan sarjana. Mendikbud Ristek, Nadiem Makarim mengkonfirmasi karya ilmiah ini menjadi salah satu opsi kelulusan, sementara ada opsi atau pilihan lainnya juga.
Sebelum keputusan tersebut diambil oleh Nadiem, beberapa universitas, salah satunya UI atau Universitas Indonesia sudah menerapkan sistem tersebut. Sementara sisanya memang masih menetapkan pembuatan karya ilmiah ini sebagai syarat kelulusan sarjana.
Klarifikasi Nadiem Makarim Soal Skripsi Dihapus
Isu skripsi dihapus langsung mencuat setelah munculnya pernyataan mengejutkan dari Mendikbud Ristek, Nadiem Makarim. Dalam Aturan Mendikbud Ristek No. 53 2023 terkait Penjamin Mutu Pendidikan Tinggi, kampus diberikan kewenangan menetapkan standar kelulusan.
Skripsi tentu bisa terus diterapkan menjadi salah satu pilihan, namun untuk saat ini tidak menjadi satu-satunya cara untuk lulus kuliah. Kampus bisa menetapkan syarat lainnya untuk mengukur kelayakan mahasiswa agar bisa lulus dan menyandang gelar sarjana.
Menurut Nadiem, adanya opsi ini justru menjadi tanggung jawab baru bagi kampus untuk menetapkan standar kelulusan mahasiswanya. Mahasiswa bisa dimudahkan dengan adanya opsi ini, bisa juga kesulitan mengikuti opsi lainnya sehingga tetap menyusun skripsi.
Dengan dikeluarkannya kebijakan skripsi dihapus bukan sebagai syarat wajib satu-satunya, mahasiswa bisa lulus dengan tugas individu atau tugas sebagai anggota kelompok. Beberapa pengganti syarat kelulusan selain karya ilmiah satu ini ada banyak.
Mulai dari prototipe, proyek, maupun tugas akhir yang sejenis dengan dua opsi tersebut. Hal serupa juga berlaku untuk syarat kelulusan sebagai magister atau jenjang S2 dan kelulusan doktor dalam jenjang S3.
Dampak Kebijakan Baru Mendikbud Ristek
Dampak kebijakan Nadiem Makarim ini sebenarnya hanya memberikan opsi dan suasana baru dalam dunia pendidikan perguruan tinggi. Misalkan, karya ilmiah yang sebelumnya menjadi syarat pasti memiliki pembahasan mendetail dengan jumlah halaman ratusan.
Sementara dibandingkan dengan pengganti skripsi dihapus, yakni artikel jurnal biasanya hanya berjumlah puluhan atau belasan halaman saja. Namun, kedalaman pembahasan dari keduanya sama saja, harus tetap sesuai dengan fakta serta ilmu pengetahuan selama kuliah.
Bedanya lagi, skripsi melalui lebih banyak proses sidang dan tidak menuntut untuk dipublikasikan. Sementara artikel jurnal idealnya dinilai berhasil setelah dipublikasikan dan diakui kualitasnya oleh orang banyak, terutama dalam hal ini ahli di bidang bersangkutan.
Melihat upaya mahasiswa untuk lulus sebenarnya sama saja, tidak jauh berbeda karena berbagai pilihan membutuhkan perjuangan. Sejauh mana kualitas mahasiswa lulusan kampus tertentu bergantung pada standar kualitas dari kampus tersebut.
Nadiem menginginkan kampus berperan aktif dalam mendukung program pemerintah terkait penghapusan karya ilmiah ini. Dengan begitu, ada potensi baru yang bisa dilihat dari mahasiswa dan kampus bisa lebih menemukan berbagai formula penilaian.
Universitas di seluruh Indonesia bisa belajar dari UI yang sudah lebih dulu menerapkan kebijakan ini. Isu mengenai skripsi dihapus bukan sepenuhnya meniadakan karya ilmiah tersebut, namun menjadikannya sebagai salah satu pilihan saja.